Wat Arun dan Chao Phraya River (doc pribadi)
Matahari sudah semakin
tinggi. Panasnya kota Bangkok selalu menemani langkah kami sepanjang
perjalanan. Seorang kakak yang selalu setia mengajak kami untuk menikmati
keindahan lain dari Bangkok. Dari kejauhan sudah terlihat gelombang air
berwarna coklat dan beberapa boat yang berlalu lalang. Chao Phraya River. Nama
ini sudah sangat melekat di hati para masyarakat Bangkok. Chao Phraya telah banyak berjasa selama ratusan
tahun dalam mendukung kehidupan dan perekonomian masyarakat Thailand. Sungai
Chao Phraya tidak hanya digunakan untuk irigasi dan penampungan air, tetapi
juga sebagai alat transportasi. Tidak perlu menunggu terlalu lama, kami
mengantri menuju loket pembelian tiket penyeberangan. Untuk satu kali
penyeberangan cukup membayar seharga 3-5 baht per orang. Sungai Chao Phraya
bisa dibilang memiliki gelombang yang cukup besar. Baru berada dipinggir
dermaga, papan yang menghubungkan tepi sungai dengan kapal mulai
bergoyang-goyang. Tidak lama kemudian, jangkar mulai dilepas dan mesin berbunyi
semakin keras. Kapal yang membawa kami mulai membelah sungai Chao Phraya !.
Dari kejauhan , nampak kemegahan stupa Wat Arun yang seolah-olah mengatakan kepada
kami “Hai, inilah salah satu keindahan dari Bangkok !” Kalau malam hari atau senja pasti suasananya
akan lebih indah karena Wat Arun akan memancarkan cahaya keemasannya, Suoi !
Untuk menyeberang sungai kira-kira membutuhkan waktu sekitar 15 menit
tergantung tempat mana yang akan dituju. Jadi kapal-kapal di sana juga semacam
ada jalurnya tersendiri. Sesampainya di seberang sungai, kami sempat
berkeliling sejenak. Di seberang sungai ternyata banyak pasar yang menjual
cinderamata khas Thailand. Oiya khusus jika teman-teman akan berbelanja
oleh-oleh di Wat Arun, penjual-penjual di sini mau menerima mata uang rupiah
lho. Beberapa orang juga bisa berbahasa Indonesia J. Wah jadi terharu.
Melihat
kenyataan tentang Sungai Chao Phraya , sejenak jadi berpikir, “coba kalau di
Indonesia banyak sungai yang bisa dimanfaatkan sebagai transportasi, terutama
di daerah terpencil, pasti perekonomian akan semakin berkembang pesat". Mungkin
beberapa contohnya sudah ada seperti di Kalimantan misalnya, perahu ketinting
sudah menjadi transportasi favorit para warga. Di daerah sungai Citanduy,
perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, sungai juga digunakan sebagai
jalan alternatif antar desa, karena jika menempuh penyeberangan melalui
jembatan akan memakan waktu yang lebih lama. Sayangnya segi safety-nya masih
kurang. Perahu yang digunakan masih berupa rakit yang ditarik menggunakan tali
tambang yang dibentangkan di antara dua bibir sungai yang berseberangan. Tapi jadi
asik-asik gimana gitu pas naik rakitnya J.
Masih
di tepi sungai Chao Phraya. ...
Setelah
cukup puas, kami memutuskan untuk kembali lagi menuju kompleks Wat Arun. Ketika
di pinggir dermaga, tidak sengaja di belakang kami terdengar suara “Assalamu’alaikum”.
Ketika saya dan seorang teman menoleh ternyata seorang lelaki paruh baya
berpostur tinggi, berwajah India-Arab, berbaju koko lengkap dengan peci berdiri
menyapa kami. “Wa’alaikumsalam” jawab kami. Kami mulai sedikit percakapan
dengan beliau. “Where are you come from ?” tanya kami. “Burma” jawab beliau. Kalau
tidak salah beliau sebenarnya adalah orang Urdu, Pakistan. Beliau tengah dalam
perjalanan untuk mencari mushola karena waktu sholat Jum’at akan segera
dimulai. Meskipun kami tidak mengenal, saya benar-benar merasakan bahwa “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara” (Surat al-Hujurat :10). Sayangnya saya tidak bisa menanyakan
banyak hal lebih jauh lagi dengan beliau karena kapal penyeberangan akan segera
berangkat. Sampai jumpa lagi Pak, semoga keberkahan selalu menyertai langkah
Bapak J
Mr. Burma (doc. pribadi)
Lalu Ada Apa Dengan Chao Phraya ? J
Chao Phraya tak hanya
menunjukkan keindahan dan keanggunannya. Ia juga memberikan banyak pelajaran
bahwa “Sebaik-baik kamu adalah yang
memberi banyak manfaat bagi orang lain”
0 komentar:
Posting Komentar