Rabu, 28 April 2021

Aku Bersama Teman Adaptasiku


Sejak kecil aku suka membaca buku. Hobi membaca buku berawal dari seringnya membaca cerita pendek yang biasanya terbit di majalah anak-anak yang terkenal pada era 90-an kala itu. Setiap ibuku membeli majalah pasti tak mau ketinggalan dan tak sabar rasanya ingin menghabiskan semua cerita dan bahan bacaan dalam sekejap.

Seiring berjalannya waktu hobi bisa sama, tapi buku yang dibaca pasti akan berbeda. Saat masa sekolah, terkadang aku juga membaca  buku berupa teenlit atau novel. Zaman sekolah dulu masih ada tempat penyewaan buku, selain di perpustakaan. Tempat penyewaan ini sering mempunyai koleksi buku atau komik yang bagus. Jadi lumayan bisa menghemat tanpa harus membeli buku. Ketika masa kuliah dan sampai saat ini, membaca buku juga masih menjadi salah satu hal yang aku lakukan saat merasa bosan dan penat. Entah mengapa, hanya dengan duduk atau rebahan sambil membaca buku rasanya sudah cukup memberi penyegaran kembali untuk pikiran, selain berwisata tentunya. Tiap buku selalu memberi warna dan cerita tersendiri kepada pembacanya.

Namun, tibalah awal tahun 2020 dimana dunia digemparkan oleh adanya varian baru virus Corona. Masing-masing negara mulai menutup perbatasan, tak terkecuali Indonesia. Pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas demi keselamatan dan kesehatan rakyatnya, terutama aktivitas yang melibatkan banyak massa yang dapat menjadi resiko penyebaran virus. Salah satu cara yang paling mulia kala itu hingga saat ini adalah dengan melakukan aktivitas di rumah saja. 

Dunia seketika berubah. Banyak orang yang mungkin kehilangan pekerjaan. Namun banyak juga bermunculan pekerjaan - pekerjaan baru yang tak dapat diduga sebelumnya. Banyak juga bahkan yang mungkin mempunyai hobi baru atau hobi lama dengan cara baru selama masa pandemi. Yup, di situlah kita harus bisa beradaptasi dengan segala perubahan yang muncul. Seperti kata Vivian Greene : "Hidup bukan tentang menunggu badai berlalu, ini tentang belajar menari di tengah hujan". 

Inilah ceritaku bersama teman adaptasiku.

Aku selalu terkagum dengan buku yang menceritakan perjalanan kehidupan dan membuat kita selalu bersyukur dengan kehidupan. "Dear World". Ini adalah salah satu buku favoritku yang kutemukan di sebuah katalog ebook ipusnas. Buku ini menceritakan kisah seorang Bana Alabed, seorang gadis cilik Suriah yang berjuang bersama keluarga dan teman-temannya di tempat dan masa yang sangat sulit untuk bertahan hidup. Bayangkan saja, tiada hari tanpa dentuman bom. Untuk pergi sekolah atau pergi ke rumah sebelah pun nyawa taruhannya.  Membaca buku ini membuatku tersindir dan sering malu kepada diri sendiri. Lihatlah Bana. Gadis kecil dengan usia segitu saja sudah punya pemikiran yang luas, tidak hanya untuk dirinya sendiri. Ia berani menyuarakan perdamaian dan tak putus asa walaupun berada di lingkungan yang tidak aman dengan segala keterbatasannya. Cerita Bana sangat mengingatkanku bahwa sisa usia yang masih ada harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Kesabaran dan semangat juga menjadi nilai yang sangat berharga dalam menjalankan kehidupan. Keberanian berkata benar juga mampu mengubah segalanya.

Buku selanjutnya adalah "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori. Awal melihat buku ini kukira akan menceritakan ajakan untuk mencintai lingkungan dan laut sebagai sumber kehidupan. Eits, tapi ternyata buku ini menceritakan kisah Laut dan teman-temannya. Siapa itu Laut ? Buku fiksi ini menceritakan kehidupan para aktivis mahasiswa di era sekitar tahun 1998. Era 1998 merupakan salah satu titik balik perjuangan pemuda-pemuda Indonesia. Meskipun buku ini merupakan fiksi, namun riset penulis dalam membuat karya ini sangat mendalam, karena dibumbui dengan latar belakang sejarah kala itu. Hmm ya riset. Riset adalah kunci. Riset tidak hanya berlaku untuk dunia penelitian dan pendidikan. Tak sadar kita juga mungkin sering melakukan riset dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita ingin membeli sesuatu di online shop misalnya, kita juga melakukan riset. Kita mencari tahu informasi sebanyak mungkin untuk barang yang akan kita beli, membandingkan harga di beberapa toko dan beberapa pertimbangan lainnya. Ketika akan membuat tulisan, kita juga pasti melakukan riset dahulu. Buku ini semakin menyadarkanku bahwa untuk membuat tulisan yang baik, penulis harus banyak melakukan riset. Perbanyak membaca sebelum menulis, meskipun tulisan hanya berupa coretan di blog sendiri. Buku ini juga banyak membuatku bersyukur dimana pada masa sekarang kebebasan berpendapat merupakan hak setiap warga negara. Setiap orang dapat menyuarakan pendapat baik melalui lisan maupun tulisan. Belum lagi berbagai media sosial yang bisa menjadi sarana untuk mengeluarkan pendapat. Namun demikian, kehati-hatian tetap diperlukan. Banyak juga orang yang mengatakan kalau zaman sekarang "Menjaga jempol terkadang lebih sulit daripada menjaga mulut". Hmm begitu ya.

Masih dalam masa pandemi, setiap orang pasti merindukan perjalanan, pemandangan alam terbuka dan pertemuan dengan manusia lainnya. Salah satu penulis favoritku dengan buku-buku perjalanannya adalah Agustinus Wibowo. Begitu mendengar buku terbaru karya Agustinus Wibowo berjudul "Jalan Panjang Untuk Pulang" yang baru-baru ini launching ke publik, langsung aku tak ingin ketinggalan menyelami cerita perjalanannya. Lembar demi lembar membawaku kepada cerita perjalanan yang sangat mengagumkan dan sarat akan makna. Memang benar, perjalanan bukan hanya fokus pada tempat yang kita datangi. Namun dari perjalanan, banyak orang yang kita temui baik yang dikenal maupun tidak dikenal yang terkadang membawa kisah tersendiri dan memberikan pelajaran bagi kita. Saat pandemi ini mungkin tidak bisa berjalan jauh. Saat ini adalah momentum yang tepat untuk mulai merehatkan pikiran, menata tujuan dan prioritas hidup. Bagi yang hidup dekat dengan keluarga, ini adalah waktu yang tepat untuk menghidupkan kembali suasana rumah yang penuh kekeluargaan. Kembali ke isi buku "Jalan Panjang Untuk Pulang". Lembar demi lembar selalu membuatku ingin mencari tahu tempat yang diceritakan sang penulis. Ketika sepotong cerita membahas sebuah tempat, tak usah menunggu lama, jari - jari langsung mengetik kata kunci pencarian di layar handphone dan banyak kutemukan informasi tentang tempat tersebut. Inilah salah satu kekuatan tulisan perjalanan. Meskipun perjalanan dilakukan oleh orang lain, namun seolah kita ada di dalam ceritanya dan mengikuti setiap langkah perjalanannya. Bagiku ini bisa menjadi salah satu obat untuk kerinduan akan melakukan perjalanan. Yah, semoga saja pandemi ini segera berakhir ya.😊

Membaca buku di zaman sekarang tak sesulit zaman dahulu dimana kita harus membeli buku cetak ke toko buku langsung. Sisi positif yang dapat diambil dari adanya pandemi, aku mulai melakukan cara baru untuk membaca buku. Salah satunya yaitu dengan membaca ebook secara legal, baik membeli di aplikasi seperti Gramedia Digital maupun meminjam secara online di aplikasi yang legal seperti aplikasi milik Perpustakaan Nasional. Lalu bagaimana kalau buku yang kita inginkan belum tersedia ebook-nya ? Jangan khawatir, untuk membeli buku sekarang kita pun bisa sambil rebahan dan hanya mengandalkan jempol saja. Mudah kan ? Oh ya aku berterimakasih juga kepada tim Gramedia, berkat Gramedia.com, membeli buku cetak bisa dilakukan dengan cepat dan anti ribet. 

Itulah sepotong ceritaku bersama teman adaptasiku. Aku sangat berterimakasih kepada siapapun yang menulis buku. Buku memang hanya berisi rangkaian tulisan. Namun rangkaian tulisan yang dibuat sepenuh hati dapat membuka mata, menyebarkan ilmu pengetahuan, bahkan mengajak pembacanya untuk melakukan kebaikan. Terimakasih teman adaptasiku. Terimakasih Gramedia. 😊


#BersamaBeradaptasi

#GPU47